Teater yang mengubah duniamu

  • 5 May 2017

Apa yang anda bayangkan jika mendengar kata teater ? Apapun yang anda bayangkan, mungkin tidak sama dengan yang akan saya ceritakan ini. Ini adalah sudut pandang yang sangat berbeda.

Prolog

Hari ini saya mampir sebentar ke Teater Korek, Unisma Bekasi. Hampir seluruhnya adalah muka-muka baru. Tentunya juga ada beberapa sobat lama. Tiba-tiba saya ditodong untuk mendongeng. Anak-anak baru penasaran. Ingin mengetahui apa pendapat saya, tentang Unisma dan Teater Korek. Saya gagap, bingung harus mulai darimana. Karena Unisma dan Teater Korek, pernah mewarnai hidup saya. Sebisa mungkin saya keluarkan ingatan saya. Mereka mendengarnya dengan pandangan mata yang berbinar-binar.

Setelah saya kembali ke tempat kerja, tiba-tiba muncul sebaris kalimat di pikiran saya:

“Unisma dan Teater Korek, adalah “sesuatu” yang mampu mengubah dunia kita”.

Lebih lengkap, akan saya jelaskan, di bagian akhir tulisan ini.

Unisma Bekasi

Kampus yang paling dicemburui seJabodetabek.

Unisma dan Teater Korek adalah satu. Dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bagaikan Ibu dan anak. Sebagai “orang luar”, mungkin bisa saya katakan, Unisma adalah kampus yang paling dicemburui seJabodetabek. Bahkan mungkin seIndonesia. Kenapa ?

Paparan berikut akan menjelaskan detailnya.

Merajai hasil pencarian di Google

Coba anda ketikkan kata Unisma Bekasi ! Hari ini saya mendapatkan 171 hasil. Coba anda ketikkan kata Teater Korek ! Saya mendapatkan 84.100 hasil. Uniknya, sebagai anak, Teater Korek selalu mengharumkan nama Ibunya. Kata Teater Korek, hampir selalu bersanding mesra dengan nama Unisma Bekasi. Tak urung, kampus lain dirundung rasa cemburu. Mereka juga ingin punya anak, yang mampu mengharumkan nama Ibunya.

Kampus dan Teater yang paling banyak dikunjungi nama-nama besar

Memang tidak ada statistik yang dibuat khusus untuk keperluan ini. Namun kesaksian dari mahasiswa dan dosen kampus lain yang menyatakannya. Bahwa kunjungan orang-orang “besar” di Unisma Bekasi, tidak kalah dengan kampus-kampus top di negri ini. Bahkan jika khusus di bidang sastra, seni dan budaya, mungkin yang paling banyak seIndonesia. Rasa cemburu ini, membuat beberapa mahasiswa dari kampus top, keluar dari kampus mereka. Lalu masuk ke Unisma.

Kampus dan Teater yang paling banyak terekspos media

Unisma dan Teater Korek seperti madu yang selalu mengundang wartawan untuk datang. Tak henti-hentinya Unisma dan Teater Korek menetaskan karya yang memiliki nilai berita tinggi. Juru warta tak akan pernah pulang dengan tangan hampa. Karena selain tentang cipta dan karya, selalu ada saja keberuntungan, bertemu dengan tokoh-tokoh besar. Khususnya pada bidang seni, sastra dan budaya.

Teater Korek

Unisma dan Teater Korek mengubah duniaku, duniamu dan dunia mereka.

Saya sama sekali tidak berafiliasi dengan Unisma. Kenal jajaran rektoratnya pun tidak. Jadi ini bukan promosi.

Saya, Unisma dan Teater Korek

Suatu saat di tahun 2006, Unisma dan Teater Korek menghelat acara akbar. Tiga hari berturut-turut. Berbagai acara budaya,seni, sastra dan lomba. Tak ketinggalan seminar dan sarasehan. Banyak kampus ternama di ibukota, dan hampir dari seluruh Jabodetabek, hadir. Belum lagi wakil-wakil dari SLTA dari seluruh Bekasi. Unisma dan Teater Korek, telah menjadi magnet yang kuat untuk mereka semua. Sebuah keistimewaan yang mungkin sulit ditandingi oleh kampus lain.

Beberapa sastrawan kenamaan diundang. Sayangnya hanya satu nama yang mampu saya ingat, Maman S. Mahayana. Sastrawan sekaligus dosen Universitas Indonesia. Pada sebuah sesi diskusi, saya mendapat ijin dari panitia, untuk mengajukan pertanyaan kepada Bapak Maman S. Mahayana. Sesi itu menjadi diskusi yang seru. Kami membahas periodisasi dan sejarah sastra Indonesia. Hampir satu sesi penuh menjadi milik kami, berdua saja.

Setelah saya merasa cukup dan mengucapkan terima kasih, rupanya Pak Maman tergelitik untuk mengetahui latar belakang saya lebih jauh. “Maaf, bolehkah saya tahu, anda jurusan apa dan semester berapa ya ? ” Saya tercekat. Tidak menyangka akan mendapat pertanyaan sederhana itu. Sambil menunduk saya berkata: “Saya hanya tukang koran Pak. Biasa jualan di depan kampus ini, mohon maaf jika pertanyaan saya membuat bapak tidak berkenan.” Pak Maman tanggap. Beliau langsung memberikan kata-kata penghiburan yang menyejukkan hati.

Tapi ketika saya melihat ke sekeliling, saya melihat banyak orang menggelengkan kepala, berdecak kagum. Udara dipenuhi dengan bisikan-bisikan pujian kepada Unisma dan Teater Korek. Khalayak yang terdiri dari dosen dan mahasiswa dari berbagai kampus ternama, seolah terhenyak. Beberapa kalimat yang sempat saya dengar, seperti: “Unisma mampu mengubah tukang koran menjadi kritikus sastra yang handal”. “Bahkan sastrawan sebesar Pak Maman pun penasaran dengan tukang koran ini”. Tentunya itu semua tidak membuat saya besar kepala. Karena bukan saya yang dipuji. Melainkan Unisma dan Teater Korek.

Itu membuat saya ingin bertemu rektorat untuk berterima kasih. Tapi saya tidak PD, siapalah saya ini. Namun tetap saja di hati saya, dipenuhi kebanggaan yang mendalam. Terhadap Unisma dan Teater Korek. Dan inilah tujuan saya hari ini, datang ke Unisma, ke Teater Korek. Untuk menyampaikan terima kasih.

Unisma dan Teater Korek mengubah duniaku

Saya datang ke Unisma sebagai tukang koran. Minder, rasa percaya diri saya berada di titik yang paling rendah. Namun setelah sehari dua hari, saya menemukan bahwa mahasiswa Unisma ini sangat ramah dan bersahabat. Saya sangat terkesan dengan Unisma, yang mampu mendidik mahasiswa dan mahasiswinya sebaik ini.

Saya selidiki lebih jauh, mereka tidak hanya berkutat pada masalah seni dan budaya. Kegiatan mereka juga dipenuhi dengan kegiatan kemanusiaan, renungan, Art Terapy bahkan kerohanian. Jika sebelumnya saya berpikir bahwa teater hanyalah soal teriak-teriak nggak jelas, jingkrak-jingkrak seperti orang gila, SAYA SALAH TOTAL !

Sepertinya bukan saya saja, yang tersentuh oleh mereka. Tak terhitung jumlahnya, anak-anak bangsa yang mereka bantu, mengembalikan kepercayaan dirinya. Menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat bagi sesama. Seandainya boleh memberi saran. Saya menyarankan pihak rektorat untuk mendata dan mewawancarai orang-orang ini. Bagaimana Unisma dan Teater Korek mampu mengubah dan membantu hidup mereka. Jika mau dan didata, saya yakin jumlahnya sangat banyak. Sekaligus dikaji dengan penelitian ilmiah dan mungkin dilengkapi statistik. Akan menjadi kajian yang sangat berharga, dan menjadi teladan bagi kampus-kampus lain di seluruh Indonesia.

Ini bukan penutup

Masih banyak yang seharusnya bisa saya sampaikan, tapi ingatan dan kemampuan saya membatasinya. Dalam relung hati saya yang paling dalam, dipenuhi harapan dan doa, agar Teater Korek bisa terus mempersembahkan bakti kepada Ibunya. Sekaligus membuktikan kepada dunia, bahwa kampus dan teater bukan melulu soal seni, soal pendidikan, namun juga rumah bagi kemanusiaan, kebudayaan dan peradaban. Unisma, sebuah kampus di Bekasi, telah menjadi teladan. Semoga terus menjadi Ibu yang baik untuk anak-anaknya, menyumbangkan yang terbaik untuk bangsa.

Kampus lain berhentilah cemburu

Alih-alih hanya cemburu di dalam hati, menggerutu dalam hati, karena satu persatu mahasiswamu pindah ke Unisma, lebih baik jika kalian bisa meneladani Unisma. Datang dan belajarlah ke sana. Jadikan kampusmu sama atau bahkan lebih baik. Kalahkan Unisma ! Berlomba-lombalah dalam kebaikan ! Dan kita akan sepakat, Kampus dan Teater, mampu mengubah duniamu.

Pesan untuk Teater Korek

Semoga ini bisa memuaskan dahaga kalian, yang ingin mengetahui pandangan orang tentang Unisma dan Teater Korek. Memang ini hanya satu pandangan, memang tulisan saya ini belum mampu mengungkap semua yang bisa saya ingat. Tapi jika kalian bisa menanyai semua orang seperti saya, saya yakin pendapatnya tidak akan jauh berbeda. Kalian adalah Kampus dan Teater yang paling dicemburui seJabodetabek bahkan mungkin seIndonesia. Hendaknya ini tidak membuat kalian besar kepala. Melainkan membuat kalian lebih banyak berkarya, demi pendidikan,demi kemanusiaan, demi Indonesia.

Selamat Berkarya !

Kalian adalah Ibu dan anak yang layak menjadi teladan pendidikan di Indonesia !

Menulis, sebuah perjalanan memaknai diri Bahaya Garam dan Pencegahannya