Menulis, sebuah perjalanan memaknai diri

  • 2 May 2017

Seorang teman, di salah satu grup WA Mahasiswa FISIP UT, membaca tulisan saya. Beliau menyatakan, ingin belajar dari saya, membuat tulisan yang menarik, seperti tulisan saya. Wow, dejavu. Sepertinya masa lalu saya terulang kembali. Sebuah peristiwa, ketika saya dinilai lebih baik dari kenyataannya. Lebih lengkapnya pernah saya tulis di artikel Berjuang untuk normal .

Tentunya saya tidak bisa berperan sebagai guru. Karena guru adalah seseorang yang telah terbukti sukses di bidangnya. Silahkan baca definisi Guru sesuai makna asli dari nenek moyang kita di artikel Rahasia guru, kejayaan Kediri, Majapahit dan Sriwijaya .

Saya sangat berterima kasih, kepada teman-teman yang ingin belajar dari saya. Bukan karena saya dipuji. Tetapi karena kesempatan yang diberikan untuk membantu. Seorang pemberi bantuan tidak layak untuk sombong. Karena jika tidak ada yang ingin dibantu, bagaimana caranya dia bisa membantu ?

Menguji kelayakan diri

Sudah ada seseorang yang ingin belajar, dengan demikian beliau membuat saya beruntung, menjadikan saya seorang pengajar. Pertanyaannya sekarang adalah: Apa yang hendak saya ajarkan ?

Tentu pengajar harus memberikan yang terbaik. Mencegah murid melakukan hal-hal keliru yang pernah dilakukannya. Dan kalaupun itu terjadi, bisa membantu murid untuk segera “move on”. Ini tidak mungkin dilakukan, jika pengajar MENOLAK JUJUR atas kelebihan dan kekurangannya sendiri.

Ketika saya sedang menguliti kelemahan diri sendiri, saya berharap anda tidak menjadi mundur dan batal untuk belajar. Harapan saya, justru agar keberanian anda tergugah. Jika ternyata saya TIDAK LEBIH BAIK dari anda, dan TETAP MAJU, TETAP MENULIS. Kenapa anda tidak ?

Kekuranganku

Sambil membuka beberapa ebook Bahasa Indonesia, saya segera memulai proses penghakiman diri.

Problem tata bahasa

Ternyata tulisan saya, cukup bermasalah dari sudut pandang tata bahasa. Banyak penggunaan titik dan koma yang tidak tepat. Pemakaian kata antara kata baku, tidak baku dan kata asing, campur aduk menjadi satu. Belum lagi penggunaan subyek, obyek dan predikat yang tidak pada tempatnya. Dari skala 0 - 10, nilainya 5.

Penalaran

Banyak paragraf yang rancu. Tidak jelas apakah paragraf itu induktif, deduktif atau campuran. Tidak jelas apakah tulisan itu naratif, deskrifsi, eksposisi, persuasi, argumentasi atau essay.

Bahkan ada kalimat yang seharusnya menjadi satu paragraf, saya potong seenaknya. Agar tidak terlalu panjang.

Dari segi penalaran masih banyak yang ambigu, bahkan ada yang sesat. Dari skala 0 - 10, nilainya 5. Jika diuji dengan logika matematika, nilainya turun jadi 4. Jika diuji dengan logika filsafat mungkin nilainya hanya 2 atau paling bagus 3.

Mohon ditambahkan

Saya berharap para pembaca yang pakar dalam dunia menulis, bisa menyampaikan hal-hal yang luput dari pengamatan saya.

Kelebihanku

Kelebihan yang saya sebutkan berikut ini juga belum luput dari kekurangan. Namun semoga bisa membantu anda memahami, mengapa ada yang mengatakan tulisan saya menarik. Sayangnya, dari beberapa kelebihan berikut ini, pada umumnya adalah hal-hal di luar tata bahasa, bahkan di luar bahasa.

Menerima diri apa adanya

Saya tahu, saya memiliki banyak kekurangan. Jadi langkah pertama yang saya ambil adalah menerima diri apa adanya. Setiap orang punya kelemahan, terimalah ! Jangan lupa, semua penulis juga punya kekurangan. Bahkan penulis yang paling hebat sekalipun. Semua penulis juga punya pilihan, dengan segala kekurangan yang dimilikinya, dijadikan alasan untuk berhenti, atau titik awal untuk terus berjuang.

Jangan lupa pula bahwa setiap orang punya kelebihan. Sudah cukup menangisi segala kekurangan kita. Jangan sampai itu melupakan kita, untuk MENSYUKURI kelebihan yang kita miliki.

Menerima kritik dan saran

Saya menerima semua kritik dan saran, dari istri saya, dari teman-teman sosial media, dan dari semua orang. Tidak sedikit yang terdengar sangat pedas. Bahkan dari orang-orang yang HANYA jago bikin status. Semua bentuk kritik saya terima.

Masukkan itu ke “neraca” kelebihan dan kekurangan kita, buku-kan dengan teliti. Sampai saatnya tiba, segala kekurangan bisa kita rubah menjadi aset. Lalu kita bisa membaca “neraca” kita dengan penuh rasa syukur.

Mind Mapping, Pemetaan pikiran

Kenyataannya, inilah sebenarnya, satu-satunya kelebihan yang saya miliki. Hampir semua tulisan saya memiliki “bangunan”. Ini membuat tulisan saya terlihat runtut, padahal aslinya ENGGAK BANGET. Anda bisa temukan di bawah artikel ini, ada kata “ringkasan”. Jadi semua tulisan saya, pada awalnya hanya bermodal 5 sampai 10 kalimat atau sekedar frase. Itulah yang berkembang menjadi tulisan yang panjang lebar. Itupun sebenarnya masih jauh dari “benar”.

Contoh, Seharusnya pemetaan pikiran saya, ditulis begini:

Tiga kota di Jawa Barat :

  • Bandung
  • Bekasi
  • Cikarang

Namun seringkali menjadi seperti begini :

Tiga kota di Jawa Barat

  • wisata kuliner di Bandung
  • tersesat di Bekasi
  • ketemu teman di Cikarang

Jadi tema dengan penjabarannya nggak nyambung, tapi tidak terlalu kentara.

Berkah komunikasi

Jika anda pernah menonton acara pencarian bakat di tivi, mungkin anda sering mendengar kata-kata juri semacam :

  • Sebenarnya anu…tapi emosinya dapet.
  • Sebenarnya anu.. tapi pesannya sampai ke penonton.
  • teknikmu sangat bagus.. tapi sayang energinya tidak bisa kami rasakan.

Selain menggunakan mind mapping, inilah cara yang saya manfaatkan sebaik mungkin dalam menulis. Untuk mereduksi kekurangan saya. Menulis bukan hanya tentang bahasa dan tata bahasa. Tapi juga tentang komunikasi. Kita bisa menggunakan tata bahasa yang sangat bagus, dan orang tetap tidak paham yang kita maksudkan. Sebaliknya ada yang tata bahasanya bagus, juga mudah dicerna. Sangat sedikit orang yang memiliki karunia seperti ini. Kita tidak perlu menyesali diri karena belum bisa seperti itu. Yang penting terus berjuang !

Langkah pertama menulis, MENULISLAH !

Bagus jika kita mengenali kelebihan dan kekurangan kita. Setelah semua kelebihan dan kekurangan kita tertulis dengan rapi, sudah cukup. Tutup neracamu. Simpan itu di tempat yang aman. Lalu lupakan ! Tenang “neracamu” itu tidak akan hilang. Mulailah menulis !

Gangguan itu, dirimu sendiri !

Lalu anda mulai menulis. Tidak lama kemudian, mulai banyak “setan” yang muncul.

“waduh, ini kok kata-katanya begini”

“kalimat ini norak apa enggak ya”

“kok jelek begini !”

“yaah, diketawain orang deh, kalau begini caranya”

“kira-kira ada yang suka apa enggak ya ? dengan tulisanku ?”

“salah nih, tata bahasanya”

Jawablah:

“iya ini memang begini, jelek, norak, diketawain orang”

“nggak ada yang suka, tata bahasanya salah !”

“SO WHAT GITU LOH !”

” AKU AKAN TERUS MENULIS “

Gangguan itu, tentang menerima diri sendiri

Pada bahasan sebelumnya, saya menyinggung tentang menerima diri apa adanya. Gangguan terhadap diri sendiri, sebenarnya adalah sebuah tanda. Bahwa kita belum ikhlas menerima kekurangan diri. Belum “Let it go”. Belum merelakan. Lupa bahwa kita juga punya kelebihan. Kita lupa bersyukur.

Atau kita menyadari, bahwa kita punya kelebihan. Tapi tak ada artinya. Kekurangan kita nampak lebih besar. Perhatikan baik-baik. Di titik ini kita telah berburuk sangka kepada Tuhan. Padahal setiap manusia diciptakan dengan segala kelebihan, tugas kita hanya menemukannya. Lalu mengembangkannya.

Sangat disayangkan, selalu ada manusia, yang gagal menemukan dan mengembangkan kelebihan dirinya, sampai ajal menjemput. Adakalanya kita sudah ikhlas dan jujur menerima kekurangan diri. Bersyukur dengan apa yang ada. Tapi “setan” dalam pikiran kita tetap bengis dan kejam. Menghalangi apapun hal baik yang kita usahakan.

Untuk hal-hal khusus seperti ini. Mohon segera mencari bimbingan rohani kepada tokoh agama yang anda hormati. Sesuai agama dan kepercayaan anda masing-masing. Di sini kita temukan, bahwa perjuangan mencari makna diri, bisa menjadi jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Pengalaman beberapa teman, ada yang cukup dengan doa - doa “mengusir setan”, yang diajarkan di setiap agama. Ada yang melalui jalan meditasi. Ada juga yang melalui jalan “modern” seperti hypnoterapi, NLP dll.

Gangguan itu proses, semua penulis mengalaminya

Bisa dikatakan, saya sudah cukup mudah dalam mengatasi gangguan. Dengan latihan yang tekun, anda juga bisa mencapainya. Walaupun nantinya bisa muncul kembali, anda akan semakin cepat mengatasinya.

Dua hari sebelum menulis ini, saya mendapat kabar yang menggembirakan. Saudara saya diperantauan, mengabarkan bahwa putrinya baru saja menerbitkan novelnya yang pertama. Replay ditulis oleh novelis muda Junius Andria.

Wow, akhirnya saya punya keponakan seorang novelis ! Tak lama kemudian beliau menjadi anggota grup WA kami. Sampai di sini saya hanya merasakan kebahagiaan. Kebetulan saya tidak ada jadwal menulis. Saya sedang sibuk dengan hobi ilmu sosial saya, mengamati ketegangan di Laut Cina Selatan dan Semenanjung Korea.

Nggak lama kemudian saya kaget. Si “setan” muncul lagi.

” cie .. cie yang punya keponakan novelis “

” dia sekarang anggota grup loh”

“pasti tulisanmu diketawain tuh”

“kamu nggak ada apa-apanya !”

Saya biarkan “dia” mengoceh sesuka hatinya. Saya tersenyum.

Dulu, komen seperti itu, bisa membuat saya sangat ngedrop. Sekarang itu terasa sangat lucu buat saya.

Lalu hening. Inilah saatnya untuk membalas :-) .

” hellooo.. bahkan saya tidak sedang menulis”

” saya sudah mengundang semua orang untuk mengkritik tulisan saya”

“jadi apa masalahnya ? “

“ini yang saya harapkan ! masalah buat lo? “

Gangguan datang ? Lawan !

Saya bukan type orang yang moody. Bagus jika sedang mood. Tapi jika tidak, saya hanya perlu duduk dan mulai. Seperti saya tuliskan sebelumnya, jadwal saya sedang penuh dengan semenanjung Korea. Tapi tiba-tiba gangguan datang. Padahal mind mapnya juga BELUM selesai sepertiga. Lalu apa yang saya lakukan ? Duduk dan mulai !

Banyak sekali alasan untuk tidak melakukan sesuatu.

Diantaranya :

  • Saya masih terlalu bodoh untuk menulis.
  • Saya terlalu muda.
  • Saya terlalu tua.
  • Saya terlalu ini, terlalu itu.

Setidaknya dengan melawan.

Saya membuktikan satu hal.

Jika saya berkata,“Saya terlalu tua untuk menulis”. Itu hanya alasan. Basi !

Katakan alasanmu !

Apa ?

Terlalu apa ?

Mohon maaf untuk teman di Grup WA FISIP UT. Akhirnya ini menjadi tutorial yang terpenggal. Belum selesai. Padahal sejatinya, saya baru akan menginformasikan kepada anda, jika tulisannya sudah selesai. Saya hanya ingin membuktikan kepada si “setan”, bahwa saya tidak bisa lagi dihalangi.

Bahkan tulisan yang belum selesai pun, saya terbitkan.

SAYA MENANG !

SAYA BEBAS !

Ayo teman-teman, raih kemenanganmu !

To be continued. Insyaa Allah !

Saya butuh jawaban, kenapa anda malah bertanya ? Teater yang mengubah duniamu