Kenapa saya selalu optimis dan menaruh harapan tinggi kepada generasi muda Bungkal ?
Karena 99% dari mereka cukup “sehat”. Pastinya jauh lebih “sehat” dari yang pernah saya alami.
Para senior di sini, yang sempat bertemu saya langsung, di masa kecil saya, mungkin masih ingat kondisi balita saya. Seorang bocah yang “ngowoh” sepanjang hari. Dengan tatapan mata kosong, entah melihat kemana. Yang ngajak bicara sayapun, sepertinya hanya orang-orang yang punya kesabaran tinggi. Karena pembicaraan apapun, malah membuat saya makin melongo. Tanpa reaksi apapun.
Sekeras apapun saya berusaha, saya selalu gagal membuat mulut saya bergerak. Mungkin istilah jaman sekarang, saya mengidap autis atau sejenis itu.
Ketika saya berumur 10 tahun, kemampuan bicara saya, belum sebanding dengan anak jaman sekarang usia 3 tahun. Perkembangan saya cukup lambat, sampai umur 13 tahun, saya belum bisa disebut normal. Waktu itu Pak Jio, guru SD Bungkal, yang paling cepat mendeteksi, bahwa saya anak yang “berkebutuhan khusus”, dan menyampaikannya ke guru2 lain.
Ketidak sengajaan yang baik:
Entah karena kurang paham atau gimana, alih-alih menganggap saya punya “kelainan”, ayah saya malah menganggap saya anak istimewa. Setiap hari beliau menghujani saya dengan kata-kata sejenis: pintar, baik, unik, sayang, rajin dll. Beliau tidak pernah kehabisan kata untuk mendukung saya.
Sampai pada suatu titik, yang membuat saya yakin, bahwa memang seperti itu kenyataannya. Dan bukan hanya saya, saudara saya dan tetangga sekitar, seolah terpengaruh turut meng-Aamiin-ni, keyakinan tersebut.
Sering saya diajak ke warkop Mbah Kinah, dan ketika saya berhasil mengucap satu atau dua kata, Ayah saya langsung menunjukkan ekspresi sangat bahagia. Ditambah reaksi orang di warung, entah tulus atau kasihan, turut menambah “kemeriahan” suasana.
Itu juga yang membuat saya mengembara, menjelajahi setiap rumah di Bungkal. Menemui setiap Kakek dan Nenek yang bisa saya temui, yang sampai sekarang tidak saya ketahui namanya. Banyak pembicaraan dengan para Kakek dan Nenek ini yang sangat berkesan dan memenuhi ingatan saya sampai sekarang.
Titik Balik.
Keyakinan yang tumbuh sangat kuat, bahwa saya istimewa, tanpa saya sadari membuat saya membaca lebih banyak, belajar lebih keras, dari anak2 yang “normal”. Di SD, orang menyebut saya pintar. Terhapus semua kenangan tentang saya yang ngowoh sepanjang hari. Padahal saya masih anak yang sama, dengan kesulitan yang sama. Belum se”normal” yang mereka kira.
Kembali ke titik nol.
Kesan bahwa saya pintar, akhirnya menjadi beban saya. Sebab selain “kelainan mental” saya juga mengidap banyak gangguan kesehatan. Tidak parah, tapi bertahun2 & cukup mengganggu. Masa SMP & SMA, adalah masa yang paling berat buat saya. Apalagi di SMP & SMA Favorite, saya dihempaskan oleh kenyataan. Bahwa ada batas tertentu, di mana saya TIDAK MAMPU LAGI. Bersaing dengan anak2 yang BENAR2 NORMAL.
Kepercayaan diri saya jatuh ke titik yang paling rendah. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan, demikian juga keluarga saya. Mereka agak terganggu menghadapi kenyataan bahwa si anak yang pernah dianggap jenius, sekarang kembali tak berdaya.
Bangkit dari kehancuran
Ada seorang guru, yang mengatakan bahwa beliau sangat paham dengan yang saya alami. Karena beliau pernah mengalaminya sendiri.
Kata2 beliau yang saya ingat :
” Tidak ada manusia yang sempurna, yang mampu melakukan segala hal,
Yang ada hanyalah para juara & para pecundang.
Juara selalu bangkit, ketika dia jatuh.
Pecundang menyerah, bahkan sebelum memulai.
Untuk apa menangisi hal-hal yang tidak bisa kita lakukan ?
Sementara ada banyak hal lain yang mampu kita kerjakan dengan sangat baik.
Jika engkau Sang Juara…
Engkau tidak akan menangis saat jatuh.
Engkau hanya akan menangis
JIKA TIDAK SEGERA BANGKIT. !!!”
Kalimat ini sangat panas dan membakar keputusasaan saya. Alhamdulillah, akhirnya saya selamat lulus SMA, di peringkat tiga besar. Semoga pengalaman ini, bermanfaat untuk adik-adik yang 99% normal.
Aamiin.
Kamu normal ? Kamu sehat ? Maka seharusnya kamu mampu melakukan hal-hal besar ! Seribu kali lipat dari yang bisa saya lakukan.